Menyimak, Berbicara,
Membaca,
Dan Menulis Beserta Hubungannya
MENYIMAK, BERBICARA, MEMBACA, DAN
MENULIS BESERTA HUBUNGANNYA
Adanya pernyataan bahwa kegiatan membaca bukan
hanya sekedar melafalkan tulisan dirasakan benar adanya. Ketika kita membaca
jalinan kemampuan visual, berpikir, psikolinguistik, dan metakognitif, semuanya
ikut terlibat pada saat kegiatan membaca berlangsung , bahkan jauh-jauh terjadi
sebelum kegiata membaca tersebut dilakukan, khususnya hal tersebut terjadi
ketika berkenaan dengan informasi apa yang hendak dicari, digali, atau
dipelajari dan hal tersebut termasuk pada tujuan membaca. Ada beberapa tujuan ketika
pembaca hendak membaca bahan bacaannya, misalnya membaca untuk tujuan studi
(telaah ilmiah), membaca untuk tujuan menagkap garis besar bacaan, membaca
untuk menikmati karya sastra, membaca untuk mengisi waktu luang, membaca untuk
mencari keterangan suatu istilah dan lain sebagainya. Oleh karena itu
menentukan suatu tujuan ketika kita hendak membaca merupakan hal yang mutlak
direncanakan sebelum membaca supaya proses membaca akan lebih terarah.
Penentuan tujuan membaca sesuai dengan keperluannya merupakan proses awal dari
berpikir pembaca .
Membaca merupakan suatu kegiatan yang
melibatkan organ mata untuk tujuan visualisasi pengenalan kata dalam satu
kalimat, paragraph atau wacana. Hal ini dikarenakan penyampaian pesan informasi
dikemas dalam bentuk lambang-lambang bunyi yang dinamakan dengan huruf dengan
bahasa tertulis dan bukan melalui bahasa tuturan. Bahasa tulis dikatan lebih
berstruktur, tetap, dan terorganisasi dengan baik, sehingga pesan yang berupa
informasipun dapat mudah dipahami karena lebih sistematis, logis, dan kretif.
Dapat dikatakan demikian karena pada suatu paragraph biasanya terdapat ide
pokok atau gagasan utama dan gagasan pendukung untuk memperjelas ide pokok
tersebut. Selain itu pemilihan kata untuk menyampaikan informasi atau pesanpun
sering kali dipertimbangkan sebelumnya. Berbeda dengan bahasa tulis bahasa
lisan atau bahasa tutur merupakan kebalikan dari bahasa tulis, yang bercirikan
bahasanya kurang berstruktur, dan cenderung berubah-ubah, hal ini dikarenakan
pada bahasa tutur aspek spontanitas adalah hal yang paling diutamakan.
Selain membaca sebagai proses visualisasi, dan
melafalkan tulisan, membaca juga merupakan sebuah proses psikolinguistik.
Psikolinguistik mencoba menguraikan proses-proses psikologi yang berlangsung
jika seseorang mengucapkan kalimat yang didengarnya pada waktu berkomunikasi,
dan bagaimana kemampuan berbahasa itu diperoleh oleh manusia (Slobin, 1974;
Meller, 1964; Slama Cazahu, 1973). Dengan kata lain, proses psikolinguistik
yang terjadi pada pembaca akan meliputi pada pemahaman hakikat struktur bahasa,
dan bagaimana struktur ini diperoleh, oleh karena itu kemampuan linguistik
pembaca akan menentukan pada pemahaman pembaca terhadap bahasa tulis dalam
bahan bacaan. Dapat dikatakan demikian karena pada saat membaca pembaca akan
memulai mengidentifikasi fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik yang ada
terdapat dalam kalimat, paragraph, dan wacana.
Sebenarnya psikolinguistik itu sendiri terdiri
atas dua morfem, yakni psikologi dan linguistik. Keduanya masing-masing
memiliki konteks makna yang berbeda satu sama lain, namun keduanya sama-sama
meneliti bahasa sebagai objek formalnya. Hanya objek materialnya saja yang
berbeda, linguistik mengkaji struktur bahasa, sedangkan psikologi mengkaji
perilaku berbahasa atau proses berbahasa. Dengan demikian cara dan tujuannyapun
juga berbeda. Akan tetapi setelah kedua bidang keilmuan tersebut tergabung
menjadi satu, sehiungga menciptakan suatu bidang keilmuan yang akrab disebut
dengan psikolinguistik. Psikolinguistik tersebut mempelajari bagaimana perilaku
berbahasa alam konteks kebahasaan.
Haris (1970) menyebutkan bahwa kesiapan
membaca adalah intelegensi umum. Dalam kegiatan membaca seorang individu
mengalami proses psikologis, seperti intelegensi umum, usia mental, bahasa,
kepribadian, sikap, kemampuan persepsi, dan tingkat kemampuan membaca.
Tingkatan kemampuan membaca dibagi kedalam tiga ketas, yakni membaca literal,
membaca kritis, dan membaca kreatif.
Kemampuan membaca literal merupakan kemampuan
pembaca untuk memahami kata kata dalam kalimat, paragraph maupun wacana
berdasarkan makna yang dipahaminya. Pada proses ini seorang pembaca literal
belum sampai pada pemahaman persepsi mengenai bahan bacaannya dikarenakan belum
ada tanggapan kritis pada teks bacaannya.
Berbeda dengan kemampuan membaca literal, pada
tahap membaca kritis, seorang pembaca tidak sampai berhenti puas terhadap bahan
bacaannya, baik uraian pengarang (sistematika penjelasan), bahasa yang
dipergunakan, bahkan istilah ilmiah yang dipergunakan. Akan tetapi pada pembaca
dengan kemampuan membaca kritis, pembaca berusaha untuk bertanya mengapa, dan
bagaimana semua itu dapat terjadi. Oleh karena itu pada pembaca tahap ini,
intelegensi umum sangat diperlukan sebagai modal utama untuk menanggapi
permasalahan yang diketengahkan dalam bahan bacanya.
Sampai pada tahap membaca kreatif, pembaca
pada tingkatan ini, selain kritis terhadap permasalahan konteks makna bacaan,
serta disertai adanya usaha untuk mengaitkan dengan keadaan yang ada, pada
tahap membaca kreatif seorang pembaaca berusaha untuk mengaplikasikan hasil
dari ilmu pengetahuannya setelah membaca terhadap kehidupannya.
Sebelum melakukan aktivitas membaca seorang
pembaca pada umumnya menetapkan tujuan ketika hendak memilih bahan bacaannya.
Berkaitan dengan tujuan membaca, ada beberapa tujuan yang biasa digunakan oleh
seorang pembaca sebelum memulai aktivitas membacanya seperti:
• Membaca untuk mengisi waktu luang.
• Membaca untuk memperoleh informasi.
• Membaca untuk menambah ilmu pengetahuan.
• Membaca untuk menghibur diri (to entertain).
• Membaca untuk menemukan gagasan-gagasan
suatu bacaan, dan lain-lain disesuaikan dengan tujuan pembaca.
Hubungan antara kegiatan
membaca dengan proses menyimak. Membaca dapat dikatakan sebagai proses menyimak,
dalam hal ini bahan yang disimak adalah bahasa. Bahasa itu sendiri merupakan
“system lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh para anggota suatu
masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri”
(Kridalaksana, harimurti. 1993. Kamus Linguistik :21). Dalam bahasan ini bahasa
yang disimak adalah bahasa turunan dari parol atau ujaran, yakni bahasa tulis.
Penyimak: Jika menyimak bahasa tuturan, yang disimak merupakan lambang-lambang
bunyi dari sipenutur, sedangkan penyimak: jika menyimak bahasa tulis, menyimak
lambang bunyi yang dilukiskan dengan huruf. Huruf (letter, script, alphabet)
“tanda yang dipakai dalam aksara untuk menggambarkan bunyi manusia”.
(Kridalaksana, harimurti. 1993. Kamus Linguistik :79).
Hubungan antara menyimak dengan
berbicara. Baik menyimak bahasa parole maupun bahasa tulis, keduanya memberikan
manfaat dalam hal penambahan kosakata bahasa. Kosakata bahasa diikuti dengan
pemahaman akan penempatan kosakata dalam konteks kebahasaan, sehingga
penempatan fonem, morfem, frasa, klausa, dalam bahasa ujaran, terasa
terstruktur dengan baik. Dengan kata lain seorang penyimak bahasa baik itu
bahasa parole maupun bahasa tulis, penyimak bahasa akan mengalami proses
perkembangan linguistik pada dirinya.
Pemahaman akan penempatan
kosakata sebagai alat dalam bahasa untuk berkomunikasi, bekerja sama,
berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri akan bermanfaat sebagai alat untuk
bersosialisasi dengan anggota masyarakat sehingga ada analogi mudah diterima,
karena bahasa yang mudah dimengerti, dipahami, dan disepakati bersama oleh
masyakat.
dari menyimak lambang-lambang
lisan yang telah dilakukan individu sejak ia bersosialisasi dengan bahasa ibu
(mother language), yang dimulai dengan tahap meniru bunyi sampai akhirnya individu
tersebut dapat berbicara untuk berkomunikasi, bekerja sama, berinteraksi, dan
mengidentifikasikan diri. Bila seorang individu hanya menguasai satu bahasa
saja, yakni bahasa ibu atau mother language, seorang individu tersebut dapat
dikatakan memiliki kemampuan mono language, sedangkan individu jika ia dapat
manguasai labih dari satu bahasa, maka individu tersebut dikatakan poly
language. Bahasa lisan seringkali berubah-ubah atau tidak berstruktur, sehingga
seringkali pesan yang hendak disampaikan tidak terfokus kepada titik
permasalahan, dikarenakan sifatnya yang spontan, dan tidak terencana. Berbeda
dengan bahasa tulis sifatnya yang terencana melalui pemikiran-pemikiran
terlebih dahulu, membuat bahasa tulis dapat distrukturisasikan secara baik
sebelum ditulis dalam bentuk kata, dan konteks kata untuk menyiasati paradigma
dalam berkomunikasi, sehingga pesan yang hendak disampaikan oleh sender kepada
receiver mudah dipahami, dan dimengerti, maksud serta tujuannya.
http://kabudayaanurang.blogspot.com/2011/04/menyimak-berbicara-membaca-dan-menulis.html
http://kabudayaanurang.blogspot.com/2011/04/menyimak-berbicara-membaca-dan-menulis.html
dri uraian diatas sdh membntu sya dlam pnyelesaian mkalah,
BalasHapusterima ksih bnyak Om ridho
Trims juga
BalasHapusBooossss...